Tujuan-tujuan sangat berperan dalam menentukan pola pelayanan. Tujuan hampir sama dengan visi. Pelayanan tim utusan Injil mustahil kecuali mereka mempunyai visi dan bersedia menyerahkan diri untuk mencapainya.
Namun tidak semua visi sama. Visi-visi tertentu hanya ingin mempertahankan apa yang sudah ada, dan tidak mengharapkan kemajuan. Pola pikir ini sudah dibahas di atas.
Ada juga visi yang terlalu idealistis, yang tidak mungkin tercapai. Ada beberapa program yang mencoba menginjili seluruh rakyat di suatu propinsi ataupun negara. Dengan mencita-citakan sesuatu yang hampir mustahil dicapai, apa yang mungkin mudah terabaikan, dengan akibat hasil nyata menjadi sangat sedikit. Daripada mencoba mencapai setiap orang dalam suatu kota, lebih realistis jika gereja mentargetkan penambahan jumlah anggota 10% setiap tahun dengan menambah petobat baru (yaitu pindahan dari gereja lain tidak terhitung dalam 10% tsb.). Walaupun 10% kelihatannya sedikit, tetapi jika dicapai setiap tahun selama sepuluh tahun gereja kecil akan menjadi gereja raksasa.
Visi tertentu keliru. Umpamanya, cita-citanya terlalu sempit sehingga utusan Injil tidak melihat kemungkinan lain. Pernah ada tim utusan Injil di suatu daerah, yang kemudian dibanjiri pendatang dari lain tempat, yang sebenarnya sangat terbuka terhadap Injil. Tim tidak terbeban untuk menjangkau golongan pendatang, dan hanya ingin melayani orang pribumi. Dengan begitu banyak goncangan dalam kebudayaan pribumi karena banyaknya pendatang, tim terpaksa menutup semua pelayanan di daerah itu. Sayang sekali, tim itu diberikan kesempatan emas tetapi tidak menghargainya.
Visi dapat dikatakan keliru karena kolot dan tidak sesuai dengan kenyataan dunia modern, atau berdasarkan pra-anggapan yang keliru tentang ladang pelayanan, keberhasilannya, atau metode-metode. Banyak penghotbah memberitakan Injil dalam kebaktian; liturginya kuno, istilah-istilah bersifat theologis atau khas Kristen, dan konsepsi kekristenan sangat idealistis dan tidak sesuai dengan kenyataan hidup sehari-hari.
Untungnya ada juga visi yang baik, yang realistis, mengharapkan suatu kemajuan, dan sesuai dengan jaman dan kenyataan di lapangan.
Cara lain untuk menilai visi adalah mengungkapkannya sebagai tujuan dalam perbandingan dengan masyarakat yang mau dilayani. Dengan konsepsi tujuan ini, dapat diketahui tujuan mana yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan tujuan mana yang dapat dicapai. Golongan tujuan ini didaftarkan mulai dengan yang paling optimis dan luas sampai kepada yang paling pesimis dan sempit:
Jenis pelayanan apa yang menjadi tujuan tim? Apakah anggota tim mau mengadakan pelayanan penginjilan atau pelayanan sosial? Istilah "pelayanan sosial" sangat umum dan meliputi banyak sekali pelayanan: sekolah, klinik dan rumah sakit, yatim piatu, orang lanjut usia yang tidak dibantu keluarganya, peningkatan ekonomi desa (sumur, pertanian, kejuruan, peternakan), malepetaka-kelaparan, cacat, buta, lepra, gelandangan, dan penyuluhan cerai. Mungkin mereka mau menggabungkan dua jenis pelayanan, seperti penginjilan dan pemuridan, atau peninjilan dan pelayanan sosial, atau peninjilan dan pembukaan jemaat baru.
Pelayanan sosial adalah kontroversial, karena sering bersifat kemanusiaan daripada pelayanan rohani. Penyelasaian masalah kontroversi ini tidak mudah.
Semua pertanyaan ini tidak mudah dijawab dengan pasti. Yang jelas ialah bahwa pelayanan sosial sering cocok sebagai pra-penginjilan. Orang yang tidak senang membicarakan Alkitab dengan suka rela akan berobat ke klinik Kristen yang dikelola dengan baik. Walau klinik tidak menginjili secara langsung, namun berperan sekali dalam meningkatkan keterbukaan masyarakat.
Apakah tim ingin mengadakan penginjilan massa atau PI pribadi kepada kenalan-kenalan anggota gereja? PI pribadi akan menghasilkan petobat dan simpatisan yang menjadi kelompok inti gereja baru. Dalam penginjilan massa, tim berusaha mencapai setiap orang dalam wilayahnya, meskipun intensitas penginjilan bagi sesorang agak rendah, dan berita yang disampaikan relatif sedikit. (Karena itu, PI massa umumnya tidak diperbolehkan lagi di Indonesia, semenatara masih diperbolehkan di banyak negara lain.) Contoh penginjilan massa adalah pelayanan radio, penyebaran literatur dan rekaman, siaran televisi, seminar yang terbuka untuk umum, koran, dan KKR yang sebesar satu kota. Kontras dapat digambarkan sebagai berikut:
Fungsi dari kedua jenis penginjilan ini jauh berbeda. Penginjilan massa jarang menghasilkan petobat-petobat baru yang sesuai dengan dana dan tenaga yang digunakan; belum tentu PI massa bertujuan untuk mendapatnya karena ada yang puas memberitakan Injil tanpa hasil. Mereka merasa tanggungjawabnya dudah dipenuhi. Efek positif utama ada dua. Pertama, PI massa dapat mendukung pelayanan lain. Misalnya, lembaga rekaman menyediakan rekaman agar yayasan lain dapat memanfaatkannya dengan kontak-kontaknya. Kedua, PI massa dapat membawa kesan positif tentang kekristenan yang meningkatkan keterbukaan masyarakat.
PI pribadi jelas bertujuan memenangkan orang bagi Kristus dan menggabungkannya dengan gereja setempat. Bila dibanding dengan PI massa, PI pribadi jauh lebih efektif, tidak membutuhakan sarana yang luar biasa, dan dapat dijalankan dengan teman dan kontak biasa.
Apakah tim bertujuan mendirikan denominasi baru yang terdiri dari petobat-petobat hasil penginjilannya. Ataukah tim berencana untuk menyerahkan kelompok-kelompok petobat kepada denominasi yang sudah ada. Kemungkinan lain, tim dapat melayani sebagai yayasan antar-denominasi, misalnya, khusus pemuda-pemudi atau mahasiswa sehingga hasil pelayanannya tidak merupakan pos dari gereja.
Misalnya, anggota tim merintis banyak persekutuan dalam suatu daerah sehingga ada rasa persaudaraan dan saling percaya di antara anggota persekutuan-persekutuan. Ada juga ciri khas tertentu, antara lain: theologia, hubungan kenalan, dan kebiasaan dalam kebaktian. Dalam keadaan demikian, hampir pasti buah pelayanan harus menjadi denominasi baru, kecuali loyalitas denominasi diwarisi dari tim utusan Injil yang merintisnya.
Seandainya tujuan tim adalah mendukung denominasi yang sudah ada, maka kerja-sama dan perhatian terhadap kebutuhan denominasi sangat berperan dalam pola pelayanan. Pelayanan seperti toko buku, seminar, penerbitan, dlsb. cocok untuk yayasan yang bukan gereja.
Kalau tim mencoba berpangkal dari gereja, dapat terjadi ada masalah bahwa jemaat sudah menjadi terpisah dari golongan masyarakat di sekitarnya. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan sosial-ekonomi jangka waktu lama karena keselamatan. Orang Kristen lebih bertanggung jawab dengan pemakaian uang. Walaupun sepersepuluh diberikan kepada gereja, orang Kristen tidak mengeluarkan uang untuk main judi, rokok, minuman keras dan lain sebagainya. Mereka berusaha hidup berdisiplin dan sering lebih bersedia berkorban demi kemajuan anaknya. Tidak mengherankan jika golongan Kristen meningkat dalam masyarakat sesudah beberapa generasi, dengan akibat mereka menjadi terpisah dari orang-orang yang semula setingkat.
Apakah tim pembukaan jemaat bertujuan membuka banyak gereja kecil atau beberapa gereja yang besar dan kuat? Pertimbangannya cukup banyak. Kalau tidak banyak gereja tetapi masing-masing cukup besar, maka efisiensi gedung gereja lebih baik, dan ini penting melihat betapa mahalnya tanah dan bangunan di kota.
Gereja dapat mengadakan lebih banyak kebaktian setiap hari minggu, dan bermacam-macam pelayanan pada hari-hari lain. Memang orang mudah merasa kurang diperhatikan dalam gereja besar kalau sama sekali tidak ada kenalan. Oleh karena itu, gereja besar sering mengadakan banyak pemahaman Alkitab di rumah tangga supaya setiap anggota dapat akrab dengan yang lain, dan dapat dilayani secara pribadi. Kadang-kadang yang menjadi masalah di gereja besar adalah keinginan anggota untuk berkumpul bersama-sama dalam satu kebaktian, walaupun tidak perlu dan menghambat pertumbuhan gereja. Dibanding itu, gedung gereja kecil hanya dipakai beberapa kali seminggu, dan ijin gereja tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Lokasi kait-mengait dengan pemakaian gedung gereja. Gedung besar lebih menarik perhatian banyak orang, di antaranya banyak orang golongan atasyang rumahnya cukup jauh. Gereja kecil sering lebih bersifat gereja lokal yang lebih dekat kepada rumah anggota. Dalam golongan masyarakat yang tidak mempunyai sarana transort, faktor ini menjadi cukup penting.
Tujuan penginjilan sering kabur karena tidak jelas kapan suatu tempat dapat dianggap sudah diinjili. Dengan hanya beberapa gereja yang besar dan menyolok, tim merasa bahwa gereja dapat menarik orang dari jauh sehingga sebuah kota dengan mudah dianggap sudah diinjili, padahal jumlah anggota masih relatif sedikit. Ada bahayanya dalam pola pikir ini. Tim mungkin merasa bahwa orang dapat naik kendaraan ke gereja walaupun agak jauh. Jelaslah anggota setia dengan dedikasi tinggi bersedia, tetapi pertanyaan yang tepat adalah, "Apakah orang yang belu percaya bersedia naik kendaraan begitu jauh?"
Kemungkinan lain, tim dapat memperbanyak gereja kecil. Kalau tim selalu dapat menambah gereja, kota dapat dianggap belum diinjili karena masih banyak kemungkinan untuk menginjili bagian kota yang baru.
Eklesiologi menjadi pertimbangan lain. Kalau pemerintahan gereja bersifat kongregationalis, maka setiap gereja harus cukup kuat supaya dapat mandiri dan bertahan sebagai gereja otonom. Yakni, gereja kongregationalis condong kepada pembukaan sedikit gereja yang masing-masing cukup besar dan kuat. Akan tetapi, gereja presbyterian yang relatif kecil dan lemah tidak dapat bertahan karena selalu boleh mendapat bantuan dari sinode. (Yang aneh ialah gereja kongregationalis yang kecil dan lemah dengan mudah ingin menjadi presbyterian, dan gereja presbyterian yang besar dan kuat secara praktis mudah menjadi gereja otonom.)
Suatu pendapat yang harus ditanggapi adalah, "Kalau sudah banyak gereja di suatu tempat, maka Injil mudah didapat oleh orang belum percaya." Pendapat ini tidak benar. Seandainya sudah sangat banyak gereja dalam suatu kota, mungkin saja gereja tidak menginjili orang belum percaya.
Andaikatapun orang ingin diinjili, belum tentu ia berhasil mendapat pelayanan yang memuaskan. Ada beberapa faktor. Yang terutama adalah gereja yang sudah berdiri selama beberapa waktu menjadi diisolir dari masyarakat di sekitarnya; mereka mempunyai kebiasaan dan pola berfikir yang semakin sulit dimengerti atau diterima oleh masyarakat luar. Gereja mungkin dianggap kolot atau asing, atau caranya untuk menyampaikan Injil terutama bersifat negatif. Kadang-kadang ada kesan negatif di masyarakat karena sesuatu hal, misalnya pertengkaran di antara pemimpin. Mungkin saja pola pergaulan tidak memungkinkan orang luar masuk dan langsung dihargai secara wajar. Faktor lain, gereja-gereja dapat hidup dari kepandaiannya untuk mencuri domba dari gereja lain sehingga tidak usuah menginjili orang belum percaya untuk menambah jumlah anggota.
Harus ditambah pula, bahwa gereja tidak boleh menunggu orang datang dan minta diinjili. Tuhan Yesus sudah memberikan suatu amanat untuk pergi dan menjadikan orang lain menjadi muridNya. Yaitu assumsi dasar dalam pendapat tersebut sangat keliru. Kenayataanya, Tuhan Yesus berasumsi bahwa orang belum percaya tidak akan percaya kecuali pihak orang percaya sengaja mengambil inisiatip dalam penyampaian Injil.
Tujuan dapat disusun menjadi taksonomi, yaitu suatu sistem golongan dimana setiap golongan kecil menjadi sebagaian dari golongan di atasnya, sehingga tujuan-tujuan pada tingkat rendah semestinya mendukung tujuan di atasnya. Yang paling tinggi adalah tujuan umum organisasi dan yang paling bawah adalah tujuan setiap pekerja. Taksonomi adalah sebagai berikut:
Tujuan tingkat 2 s/d 5 dipengaruhi oleh organisasi lain bila ada hubungan kerja sama. Sebagaimana sudah dibicarakan, beberapa yayasan hanya mengutus pekerja dan memperbantukannya kepada yayasan di lapangan. Semacam tujuan yang lain yang tidak dicantumkan dalam daftar di atas adalah "Tujuan hidup pekerja jangka waktu panjang." Tujuan ini dapat mempengaruhi perencanaan tugas anggota tim, namun tujuan ini bersifat pribadi dan belum tentu senada dengan tujuan organisasi. Sebagai contoh, seandainya seorang pekerja ingin melanjutkan pendidikan, ia harus meluangkan waktu dari untuk studi. Akan tetapi, ia bermaksud agar pendidikan tersebut menjadi langkah untuk mencapai suatu tujuan hidup pribadi. Tujuan pribadi dapat saja tidak persis sesuai dengan tujuan organisasi, karena beberapa faktor. Pekerja tertentu ingin berkembang sesuai minatnya. Mungkin saja ia bersiap-siap untuk masuk suatu bidang pelayanan lain, atau akan berangkat dari ladang pelayanan karena sesuatu hal.
Ada dua macam tujuan, dan utusan Injil harus menguasai cara menyiapkan tujuan yang baik. Yang pertama dalah tujuan umum; ini memang bersifat umum dan hanya menjelaskan kira-kira apa yang mau dicapai. Organisasi di suatu wilayah harus membiasakan diri untuk berfikir cukup jauh ke masa depan dan memperkirakan bermacam-macam kemungkinan yang dapat dihadapi. Contoh tujuan umum adalah sebagai berikut:
Tujuan khusus tidak sama dengan tujuan umum. Tjuan khusus seharusnya dipakai sebagai tujuan antara untuk menacapai tujuan umum. Ciri khas tujuan khusus yang baik adalah sebagai berikut:
Setiap tujuan khusus di bawah ini kurang dalam paling tidak salah satu syarat di atas.
Dengan melihat banyaknya syarat-syarat tujuan, perlu diingat bahwa daftar tujuan tidak boleh terlalu panjang. Pernah ada ketua tim yang suka daftar yang pegitu panjang dengan ungkapan yang begitu mendetail, sehingga timnya menjadi malas untuk membacanya.
Ilmu missiologia sudah mengembangkan tujuan kemandirian untuk pelayanan pembukaan jemaat baru. Untuk dianggap dewasa, gereja lokal yang baru harus dapat:
Ada juga beberapa yang lebih cocok untuk diterapkan pada tingkat denominasi:
Walaupun daftar ini kelihatan sederhana, namun ahli missiologi sudah menulis berpuluh-puluh ribu halaman buku dan tesis untuk menyimpulkannya.