6
DIMENSI SOSIOLOGIS DALAM STRATEGI

Perencanaan pelayanan selalu dipengaruhi banyak segi. Segi-segi ini adalah seperti dimensi; kalau salah satu diubah, maka bentuk seluruh pelayanan mungkin turut diubah. Dimensi mungkin digolongkan sebagai: pertama, yang berhubungan dengan sosiologi dan kebudayaan masyarakat, kedua, yang berhubung dengan tujuan pelayanan, dan, ketiga, yang berhubung dengan organisasi yang melayani.

Kebudayaan Masyarakat Setempat

Apakah tim melayani secara lintas budaya atau dalam kebudayaannya sendiri? Tim yang melayani dalam kebudayaanya sendiri tidak harus memikirkan dimensi ini. Tim lintas budaya harus memberi waktu dan orientasai bagi setiap tenaga baru untuk penyesuaian dan pelajaran bahasa, dan ini sering makan waktu lebih dari tiga tahun sampai lancar dan terbiasa bergaul dalam kebudayaaan asing itu. Organisisi harus mengembangkan dan mempertahankan suatu identitas. Yayasan missi tidak identik dengan gereja yang dihasilkannya, dan tidak boleh dileburkan. Gereja belum dapat meniru yayasan missi dalam setiap hal, dan sering enggan untuk mewarisi ciri-khas yang dianggapnya asing. Mudah terjadi pola berpikir penjajahan, bukan hanya dari negara barat ke Asia, tetapi missi dari suku besar tidak boleh menghina kebudayaan suku yang dianggapnya "terbelakang".

Perubahan dalam Kebudayaan Setempat

Apakah kebudayaan itu stabil atau sedang cepat berubah? Dalam kota yang besar dan modern, perubahan adalah lumrah. Kebudayaan dapat berubah karena urbanisasi, ekonomi, alat kominikasi dan transportasi yang semakin efisien, peningkatan pendidikan, peranan media massa, atau hilangnya nilai tradisional. Keadaan ekonomi, industri, atau politik mungkin berperan. Bagi para utusan Injil, harus menyesuaikan pola pelayanan dengan keadaan yang berubah itu, agar gereja yang dibuahkannya dapat bertahan. Misalnya, mahasiswa yang belajar menjadi pendeta harus dapat membina jemaat menghadapi masa depan; tidak salah kalau pendidik theologia menuntut kemampuan (dan mungkin ijasah) yang sesuai. Pada umumnya, perubahan dalam masyarakat merupakan alat penolong, karena orang bersedia menerima suatu perubahan lain, yakni menerima Kristus.

Akan tetapi, kalau sudah ada gereja atau pos, maka gereja mudah ketinggalan jaman sehingga semua anggota tidak mengikuti gereja lagi. Misalnya, pemerintah mengembangkan tanah hutannya menjadi perkebunan untuk meningkatkan ekonomi para penduduk. Masalahnya, kehidupan desa terganggu, dan kebudayaan tradisionil hampir hancur. Bagaimana para utusan Injil dapat membina gereja dalam keadaan seperti itu?

Sejauh mana utusan Injil bertanggung jawab untuk mendidik anggota gereja menghadapi dunia modern? Iman anggota gereja mudah digoncangkan bila dihadapi efek-efek pendidikan, kedokteran modern, hukum negara, maupun efek negatifnya seperti moralitas yang menurun, dan iklan-iklan yang mendorong mereka untuk membeli barang mahal yang tidak mereka perlukan.

Apakah penduduk setempat cenderung menetap di suatu tempat, ataukah mereka kadang-kadang pindah rumah? Dalam kebudayaan tertentu perantauan sangat dihargai, sehingga orang dari kebudayaan itu mungkin sempat mendapat pandangan dunia yang relatif luas. Dalam bagian kota tertentu, sebagian besar dari penduduk menyewa rumah, dan pindah rumah bila kontraknya habis. Di beberapa kota (misalnya Meksiko City dan beberapa kota di Amerika Selatan), orang-orang seperti gelandangan, perantau, penganggur dan buangan membuat kampung di pinggir kota dengan membuat rumah dari plastik, karton dan aneka sampah. Orang-orang melarat itu mungkin lebih sering pindah rumah daripada orang yang memiliki rumah yang bagus.

Kebudayaan suku terasing di hutan sering lebih stabil, dan mungkin saja tidak berubah selama berabad-abad. Suku terpencil relatif jarang mendapat pengaruh dari luar, sehingga nilai-nilai tradisional tidak digoyahkan. Pelayanan dalam keadaan ini membutukan waktu yang lama untuk menyiapkan penduduk untuk menerima perubahan besar seperti menerima Kristus.

Pelayanan menjadi macet dan strategi menjadi ketinggalan jaman jika tim kurang mengamati perubahan dalam masyarakat. Tim tidak dapat menilai pelayanan kalau tujuannya tidak disiapkan dengan baik ataupun terlupa; akibatnya mereka tidak tahu apakah pelayanannya sedang berhasil atau gagal. Dapat terjadi pelayanan dipertahankan selama berpuluh-puluh tahun dalam keadaan tidak berhasil, sehingga tim menciptakan bermacam-macam dalih. Kalau tim tidak bersedia merubah pola pelayanan (atau pindah ke golongan masyarakat lain) maka pelayanan menjadi lebih macet lagi.

Apabila suatu pelayanan kurang berhasil, alasan yang diberikan sering berbeda dari penyebab yang sebenarnya. Misalnya, ada suatu kasus dimana pengelola mencoba menutup pos PI yang ternyata tidak berkembang, dengan alasan bahwa pos PI tersebut kurang berpotensi. Masalah yang sebenarnya adalah si pengelola tidak menyenangi jemaat itu karena ia gagal mendiktenya. Karena itu si pengelola tidak menyediakan pengerja yang cocok, membatasi dana, dan mempersulit urusan surat-suratnya. Yaitu hubungan pribadi dengan anggota pos menjadi sebab yang sebenarnya, walaupun alasan yang diberikan adalah potensi daerah pos.

Masalah yang paling berat adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dan prasangka-prasangka. Strategi segera tidak berdaya dan pertumbuhan gereja cepat berhenti bila orang Kristen bertengkar atau mencari kuasa dan pengaruh. Semangatnya segera padam, dan kredibilitas di luar mudah hilang.

Ada juga tim yang mengutamakan pra-penginjilan, yaitu kegiatan yang meningkatkan kesadaran masyarakat tentang Injil tetapi tidak menginjili. Walaupun ini tidak salah, namun menjadi masalah jika tim tidak pernah mengadakan penginjilan yang menghadapkan orang dengan kemungkinan menerima Kristus.

Lokasi dan Lapisan Masyarakat

Lokasi mencerminkan lapisan masyarakat yang akan dijangkau. Lapisan masyarakat dapat dikenali bila orang-orang mirip dalam ekonomi, pendidikan, pekerjaan, kebiasaan kebudayaan, dan pendapat agama-politik. Seringkali suatu lapisan masyarakat membentuk daerah perumahan, supaya rumahnya dekat satu kepada yang lain. Suku bangsanya biasanya sama. Persamaan lapisan masyarakat ditandai oleh kebiasaan untuk anaknya menikah dengan anggota lapisan masyarakat yang sama.

Apakah pelayanan berada di tengah kota besar, pinggir kota besar, kota kecil, desa, atau di hutan? Memang jenis masyarakat yang terdapat di setiap lokasi tersebut menuntut pola pelayanan yang berbeda, dan menghasilkan gereja yang ciri khasnya berbeda.

Tidak sulit untuk menduga gereja mana adalah pusat kota, jalan raya dalam kota, kampung dalam kota, dan kampung terpencil di pinggir kota. Gereja akan berbeda dalam lapisan masyarakat, kemungkinan bertumbuh, bentuk gedung gereja (besarnya, mutunya), dan jangauan sebagai batu loncatan penginjilan.

Pola pelayanan bagi orang kaya di kota jauh berbeda dari pelayanan kepada golongan rendah. Tidak semua pekerja sanggup bergaul secara bebas dengan lapisan masyarakat yang jauh di atas atau di bawah lapisan asalnya; pekerja yang dapat diterima harus mempunyai harga diri, nilai-nilai, dan pembawaan yang sesuai. Gereja yang dibuahkan akan mencerminkan lapisan masyarakat anggotanya. Gereja desa akan ada ekonomi yang relatif lemah dan fasilitas yang sederhana, sedangkan gereja golongan atas mengharapkan fasilitas yang lebih nyaman. Kedua-duanya akan menggunakan uangnya sesuai dengan kebiasaanya dalam lapisan masyarakat masing-masing.

Pemilihan lapisan masyarakat mempengaruhi arah perkembangan di masa depan; kalau tim mulai pelayanan di desa atau lapisan masyarakat yang rendah, gereja yang dibuahkannya tidak dapat menjadi batu loncatan untuk menjankau golongan di atasnya. Tidak ada pedoman yang selalu berlaku; di tempat-tempat tertentu golongan sangat terbuka dan harus diprioritaskan.

Hubungan Kontak

Kontak-kontak PI dan kenalan anggota-anggota jemaat boleh dikatakan menjadi suatu jaringan. Injil biasanya disebarkan melaui hubungan kenalan dan hubungan keluarga. Bila mengerti kenyataan ini, Saudara lebih mudah untuk memanfaatkannya.

Jaringan biasanya bertumbuh pada lapisan masyarakat yang kira-kira rata. Seandainya rumah orang lain berdekatan dengan rumah Saudara, tetapi lapisan masyarakat dapat jauh berbeda dari Saudara. Belum tentu Saudara mengenal dia sebagai teman, dan mungkin ia tidak kerasan kalau mengikuti suatu persekutuan dimana semua orang adalah lapisan masyarakat yang jauh berbeda dari dia. Sebagai perbanding, orang lain bertempat tinggal agak jauh dari rumah Saudara tetapi lapisan masyarakat kira-kira sama dengan Saudara. Bila diajak bergaul, Saudara munkin memilih orang yang sederajad dengan Saudara sebagai teman pribadi. Karena hal ini, gereja condong kurang efektif kalau menginjili secara langsung golongan masyarakat yang jauh berbeda dari anggotanya.

Ada suatu pengecualian, dimana gereja cenderung mencerminkan hirarki masyarakat luas. Orang golongan atas menjadi pemimpin gereja dan golongan yang lebih rendah menjadi jemaat biasa.

Anggota jaringan yang jauh dapat menjadi orang kunci untuk membuka pos baru kalau ia mengenal cukup banyak orang, sehingga suatu jaringan dapat digambarkan sebagai berikut:

Pertanyaan

  1. Apa bahayannya pemakaian orang kunci?
  2. Pemakaian jaringan cenderung kepada jenis strategi mana?

Keterbukaan dan Keterpencilan

Suatu hal yang sering kabur dalam strategi missiologis masa kini adalah perbedaan di antara suku-suku terasing, dan suku-suku yang sudah sebagian diinjili tetapi sangat terbuka untuk lebih banyak penginjilan. Di antara suku terasing, tidak ada orang percaya dan umat Kristen bertanggungjawab untuk membawa Injil kepadanya. Satu pihak ingin mengkhususkan banyak tenaga untuk suku-suku terasing biarpun suku itu sudah terbukti tidak ingin menerima Injil. Pihak yang lain cenderung mengkhususkan tenaga dan perhatian kepada suku-suku atau golongan masyarakat yang jelas terbuka terhadap Injil, walaupun sudah banyak yang percaya. Masalah ini tidak akan dikupas sepenuhnya dalam buku ini, dan belum mendapat perhatian yang wajar dari missiolog.

Sudah dijelaskan di atas bahwa adanya banyak gereja di suatu tempat tidak berati bahwa Injil mudah didapat oleh orang belum percaya.

Apakah suku itu sungguh tertutup terhadap Injil? Mungkin saja para utusan Injil belum menemukan kunci untuk membawa Injil ke dalam kebudayaannya. Yakni, suku itu terbuka sekali tetapi penyampaian Injil belum dapat dipahami sebagaimana mestinya. Dan memang kunci tidak ditemukan kecuali pengerja melayani dengan setia selama beberapa waktu. Apakah tenaga yang ditempatkan di tempat itu menjadi halangan yang sebenarnya? Teman kami sudah lama mengkordinir tim-tim perintis jemaat, dan berpendapat bahwa watak dan kemampuan tenaga lebih berperan daripada keterbukaan. Pengerja yang baik dapat membuahkan gereja di tempat tertutup, tetapi tenaga yang kurang baik tidak dapat menghasilkan gereja dalam tempat yang terbuka.

Dalam kasus lain, ada desa-desa yang hanya dikunjungi sewaktu-waktu oleh utusan Injil, padahal orang di desa itu sudah mengaku Kristen. Orang Kristen itu tidak mendapat bimbingan yang mendalam sehingga tidak dapat meneruskan kegiatan Kristen. Karena itu, para utsan Injil menganggapnya tertutup, padahal masalah yang sebenarnya adalah kekurangan pekerja.

Apakah tim merasa bahwa suku itu tertutup? Gereja suam-suam ditandai oleh keyakinan bahwa orang luar adalah tertutup terhadap Injil, padahal mereka terbuka.

Apakah tim bersedia mengebaskan debu dari sandalnya jika perlu? Ada utusan Injil yang begitu terbeban untuk sukuyang sama sekali tertutup, mereka lebih senang terus melayani di tempat itu daripada pindah ke ladang pelayanan lain yang lebih terbuka.

Dari segi tempat terbuka, apakah jumlah gereja dan orang Kristen yang bersemangat memberitakan Injil sanggup melaksanakan tugasnya? Umumnya, jumlah orang percaya terlalu sedikit dibanding dengan jumlah orang yang terbuka. Keterbukaan bersifat sementara; kalau gereja tidak segera dimobilisir maka keterbukaan dapat berlalu tanpa hasil apa-apa.