8
PENGELOLAAN PEKERJA

Sudah jelas bahwa lembaga misi sangat berperan dalam pola pelayanan. Dalam bab ini, kita menyelidiki unsur-unsur pengelolaan yang mempengaruhi pola pelayanan dan keefektifan anggota tim.

Peranan Tim

Apakah anggota organisasi melayani sebagai tim, atau sebagai perorangan, atau sebagai seksi gereja?

Tim jauh lebih efektif daripada pelayanan secara individu, karena anggota tim saling membantu, dan saling melengkapi karunia pelayanan. Paulus sendiri selulu ingin ditemani dalam perjalanannya. Anggota tim yang mengalami masalah mudah tenggelam bila ditinggal seorang diri, tetapi ia dapat mengatasinya bila ditolong teman sekerja. Karena itu, banyak pekerja melayani jauh lebih baik dan efektif apabila melayani dalam tim. Tuhan lebih mudah memimpin tim daripada seseorang yang kelemahannya tidak dilengkapi anggota tim lain. Selain itu, suatu tim mesti membentuk strategi bersama-sama, sehingga tim akan memusyawarahkan keputusan dan mencari kehendak Tuhan bersama-sama. Secara praktis, pelayanan sebagai tim mungkin lebih berhasil. Pelayanan tim lebih Alkitabiah karena mencerminkan ajaran Alkitab tentang tubuh Kristus. Anggota tim belajar kerja sama, dan setiap anggota tim digembalakan seperlunya, sehingga orang lemahpun tidak gagal.

Kelemahan pelayanan sebagai tim relatif sedikit. Keefektifannya tergantung kemampuan ketua tim; pemimpin yang baik menghasilkan tim yang baik. Masalahnya, ketua sering menghabiskan waktunya untuk administrasi dan untuk membereskan masalah pribadi anggota tim.

Pada dasarnya, ada dua bentuk tim. Pertama, beberapa orang yang melayani bersama-sama dan ditempatkan di kota yang sama. Mungkin saja mereka tinggal di satu tempat untuk menghemat biaya, atau melancarkan komunikasi di antara anggota tim, atau karena banyak pekerja masih bujang. Bentuk pelayanan ini sering bersifat sementara, karena organisasi jarang dapat mengkhususkan banyak tenaga dan uang untuk satu pelayanan jangka waktu panjang.

Bentuk tim yang kedua mempunyai semua manfaat tim dan semua manfaat pelayanan perorangan, dan dapat menjankau wilayah yang sangat luas. Setiap pekerja ditempatkan di kota atau tempat pelayanan masing-masing, dan beberapa kali setahun mereka berkumpul untuk memusyawarahkan pelayanan, menyiapkan rencana tahun depan, saling membesarkan hati, dan mencari kehendak Tuhan bersama-sama. Ketua tim harus mengunjungi setiap anggota tim sewaktu-waktu.

Pelayanan sebagai perorangan mempunyai kelemahan dan kekuatan. Pekerja yang muda dan belum berpengalaman mudah kecewa dan putus asa karena kekurangan bimbingan. Pendapat pekerja tidak pernah selalu sempurna dari segi lengkapnya atau keseimbangannya, dan sangat perlu diimbangi oleh pendapat orang lain. (Sayang, pekerja yang senior kadang-kadang menganggap diri tidak mungkin salah.)

Apabila hanya seseorang diperlukan untuk setiap tugas atau wilayah, maka biaya-biaya lebih sedikit, sehingga pola perorangan bersifat jangka waktu panjang. Dapat terjadi bahwa orang tertentu hanya cocok kalau jalan sendiri; mereka bekerja secara efisien dana dapat mengatur pelayanan, tetapi karena wataknya, mereka tidak mudah bekerja sama dengan teman yang sederajad. Pada umumnya, mereka bertekad untuk mencapai suatu tujuan dan tidak mudah putus asa.

Dunia missiologia belum banyak pengalaman tentang seksi gereja yang menjadi badan pengutus. Pelayanan yang sering berhasil adalah pembukaan jemaat baru di tempat yang tidak terlalu jauh dalam kebudayaannya sendiri. Kemungkinan lain adalah pelayanan jangka waktu pendek ke kebudyaan lain dimana bahasa tidak menjadi masalah. Pelayanan lintas budaya jauh berbeda. Hanya gereja yang besar sekali mungkin mengutus membiayai tim, dan pengurusnya harus banyak pengalaman untuk mengatur orientasi pekerja dalam kebudayaan lain. Pengutusan seseorang ke kebudayaan lain tanpa dukungan organisasi lain umumnya kurang berhasil.

Pengambilan Keputusan

Suatu dimensi yang hampir sama adalah cara tim mengambil keputusan. Apabila semua keputusan diserahkan kepada setiap pekerja secara perorangan, maka pelayanannya mudah kacau dan tim tidak memalai strateginya lagi. Kemungkinan lain ialah pelayanannya diatur sepenuhnya oleh pihak sponser setempat, yang belum tentu memuaskan.

Dalam organisasi tertentu, setiap pekerja diatur sepenuhnya oleh pusat. Pengelolaan ini tidak berhasil karena pusat tidak mungkin memahami sepenuhnya keadaan di lapangan sehingga tidak turut merasakan pergumulan pekerja sebagaimana digumuli oleh para pekerja. Strategi yang resmi diputuskan, umumnya tidak sesuai dengan kenyataan di ladang pelayanan. Pusat tidak tahu pekerja mana yang berhasil dan mana yang gagal, keputusan penting sering ditunda sampai nasi sudah jadi bubur. Dalam suatu kasus, panitia pusat cenderung melupakan tugas-tugas yang sudah diberikan kepada pekerja sehingga mereka menunumpuk-numpukkan tugasnya; dengan terlalu banyak tugas, tidak satupun dikerjakan dengan baik.

Dalam beberapa lembaga, ketua tim mengatur semua segi pelayanan. dalam tim lain ia mempunyai pengaruh yang sangat besar, atau mendapat hak untuk mengambil keputusan selain pelaksanaan rutin. Dalam tim tertentu, ketua jelas menjadi diktator dan menganggap diri lebih berpengalaman (dan mungkin lebih rohani) dari pekerjanya. Keputusan musyawarah diatur sebelumnya, atau notulin rapat "diredaksikan" sesuai denga kehendaknya. Mungkin juga ia pandai mengatur, tetapi jelas ia harus pandai mencari dana. Ketua menganggap pekerja baik bila pekerja itu tunduk kepadanya. Pelayanan tim mencerminkan kelemahan ketuanya. Sayang, pekerja menjadi menderita tetapi merasa tidak mudah untuk mengundurkan diri dari tim. Kelemahan lain dari pola pengelolaan ini adalaha sama seperti pengaturan sepenuhnya dari pusat.

Tim yang otonom mengambil keputusan dalam musyawarah tim. Kalau jumlah pekerja masih sangat sedikit, atau timnya masih baru, atau banyak anggota tim belum berpengalaman, maka keputusannya dipertanggung jawabkan kepada pusat. Walaupun kebijaksanaan tim tidak melebihi batas pengalaman semua anggota, para anggota tim paling mengerti keadaan setempat dan satu pendapat dapat diimbangi oleh pendapat-pendapat yang lain. Walaupun belum sempurna, cara ini yang paling baik.

Pendelegasian

Ketua tim harus dapat mendeligasikan tugas kepada anggota tim and anggota gereja setempat. Relatif sedikit pemimpin yang terlalu berani dalam pendelegasian. Kecenderungan alami adalah tidak percaya kepada teman sekerja lainnya, karena takut tugas tidak dikerjakan dengan baik, atau malas mencari ahli yang dapat melatihnya. Akibat adalah sentralisasi pada pemimpin, dan pekerja dan anggota gereja terabai.

Siapa badan pengutus?

Denominasi jauh berbeda dari yayasan antar denominasi. Yayasan antar denominasi mempunyai kekuatan tertentu; misalnya, mereka lebih memperhatikan kebudayaan setempat sebagai dasar untuk pola pelayanan dan eklesiologi. Banyak yayasan misi bersifat internasional sehingga tim mungkin terdiri dari beberapa kebangsaan dan kebudayaan, dan ladang pelayanannya lebih luas, baik dari segi geografis maupun dari segi jenis pelayanan.

Ada juga segi yang kurang berfaedah. Tujuan dan strategi sering kabur, karena pola pelayanan adalah campuran dan kompromi dari banyak denominasi dan kebudayaan. Yayasan sering kurang tenaga yang berijazah tinggi, kecuali mengutamakan suatu bidang pelayanan yang berspesialisasi. Ini sering mendapat masalah, karena banyak pekerja sungguh-sungguh terpanggil, mempunyai potensi yang tinggi, dan trampil dalam bidang pelayannya. Sayang, tidak semua pelamar yang berijasah tinggi bersifat demikian.

Dari segi lain, yayasan cenderung menerima tamatan sekolah Alkitab yang syarat lulus adalah di bawah syarat pentahbisan. (Ada faktor lain yang melintang: syarat untuk pentahbisan dalam banyak denominasi adalah harus tamat dari sekolah Alkitab milik denominasi itu, dan denominasi tidak menghargai ijasah yang sederajad dari luar.) Rupa-rupanya masalah ini sedang diatasi; sekolah Alkitab semakin memberi ijasah yang memadai, lebih banyak tamatan perguruan tinggi menjadi utusan Injil, dan semakin banyak calon utusan Injil medapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan.

Uang selalu menjadi pergumulan bagi yayasan karena tidak mendapat jatah dari denominasi dan tidak secara automatis mempunyai hubungan formal dengan organisasi gereja. Akibatnya proyek yang baik kadang-kadang ditunda ataupun dibatalakan karena kekurangan dana. Keadaan keuangan ini disebabkan pekerja tim belum tentu didukung oleh gerejanya. Gereja biasanya mempunyai loyalitas utama kepada denominasinya, bukan yayasan antar gereja; akibatnya hubungan yayasan dengan gereja pengutus condong lemah, dan tergantung hubungan pribadi di atara anggota tim dan pengurus gerejanya. Akibat lain ialah yayasan antar gereja sering tidak harus mempertanggungjawabkan apakah berhasil atau tidak kepada gereja pengutus dan donatur.

Kelemahan denominasi sebagai badan pengutus ada beberapa. Missi denominasi cenderung kurang melihat keadaan dan kebudayaan setempat karena ingin mempertahankan ciri khas denominasinya. Kadang-kadang mereka mempunyai terlalu banyak uang, sehingga dapat menimbulkan rasa iri hati dalam teman sekerjanya. Proyek yang didukung oleh missi pasti berhasil, selama ada uang missi. Gereja pengutus sewaktu-waktu mau campur tangan dalam urusan tim, seolah-olah tim diatur oleh pusat yang jauh.

Walaupun demikian, denominasi mempunyai banyak kekuatan sebagai badan pengutus. Tujuan dan eklesiologi lebih jelas, yaitu memulai gereja yang senada dengan gereja pengutus. Identitas sebagai denominasi beserta ciri khas theologia dan pola pelayanannya sering lebih jelas pula.

Baik missionaris maupun gereja baru mempunyai hubungan jelas dengan denominasi pengutus, sehingga keuangan tidak menjadi masalah yang besar.

Mutu tenaga dari denominasi lebih seragam, karena calon pekerja umumnya harus tamat dari sekolah theologia denominasi dan ditahbiskan dalam denominasi itu. Kadang-kadang, ini berarti bahwa tenaga menjadi lebih efisien; akan tetapi denominasi tertentu kurang teliti dalam menyaringkan calon tenaga, apalagi kalau sudah terpengaruh theologia liberal.

Pertanyaan

  1. Golongkanlah badan misi yang sudah Saudara ketahui menurut:
    1. Peranan tim.
    2. Cara mengambil keputusan.
    3. Jenis badan pengutus.
  2. Bentuk organisasi mana yang paling baik? Jelaskanlah mengapa Saudara menjawab demikian.

  3. "Dalam PB, utusan Injil yang diutus oleh gereja dan harus melapor ke gereja pengutusnya, tetapi sangat bebas di lapangan." Berilah tanggapan Saudara.

Keterbatasan

Alangkah mudahnya membuat strategi kalau semua pekerja sudah sempurna. Kenyataanya, lembaga misi tidak pernah mendapat calon pekerja tim yang "serba bisa", dan sesudah semua orientasi lapangan dan beberapa tahun pengalaman toh masih ada kelemahan. Memang, kemampuan setiap pekerja maupun pemimpin selalu terbatas. Namun strategi yang dirumuskan tidak boleh melebihi kemampuan tim, sehingga batas kemampuan tim menjadi faktor penting dalam strategi.

Mungkin tenaga tim tidak mempunyai kemampuan atau potensi yang perlu. Tim belum tentu selalu mempunyai semua karunia yang diperlukan dalam pelayanannya. Hamba Tuhan tidak mungkin selalu melayani dalalm keadaan yang sesuai sepenuhnya dengan karunianya dan pendidikannya. Pengalamannya dan pendidikannya selalu terbatas. Maka dari itu, pekerja sewaktu-waktu diserahi pelayanan yang memaksa mereka mengengbangkan keahlian baru, tetapi mereka tidak selalu berhasil. Belum dihitung kelemahan pribadi, apakah iri, sombong, mudah bertengkar, mencari kuasa, atau kelemahan lain.

Kemampuan badan pengutus biasanya terbatas. Tidak ada organisasi yang uangnya tidak terbatas. Bentuk organisasi mungkin tidak berfaedah bagi tim, dan Anggaran Rumah Tangga dan kebijsanaan yang sedang berlaku (tentang pemakaian uang, eklesiologi, dll.) belum tentu sesuai dengan keadaan tim. Banyak badan pengutus mengalami masalah karena syarat-syarat dan prosedurnya untuk menyiapkan dan mengutus pekerja baru tidak sempurna.

Bermacam-macam tugas selain pelayanan menyita waktu tim. Ada tugas administrasi dan urusan kantor untuk surat-surat. Tim perlu berkumpul untuk bersekutu bersama-sama dan mempererat hubungannya. Urusan keluarga membutuhkan waktu bagi yang mempunyai anak yang bersekolah atau orang tua yang lanjut usia.

Walaupun demikian, tim dapat tertolong dalam hal-hal tersebut. Pertama, kemampuan tim meningkat bila pekerja dari gereja yang dibuahkan dapat dihitung dalam strategi tim. Kemungkinan ini tergantung status pekerja gereja di hadapan tim. Pekerja nasional dapat menjadi:

  1. Anggota tim biasa, sama seperti utusan Injil.
  2. Teman sekerja yang sederajad tetapi bukan anggota tim. Mereka menjadi anggota gereja, dan tim bekerja sama dengan gereja.
  3. Atasan dalam arti sponsor yang bertanggung jawab atas pelayanan di hadapan pemerintah setempat.
  4. Bawahan yang diatur (dan mungkin digaji) oleh tim.

Harus dikomentari bahwa pekerja nasional sama sekali tidak boleh menjadi bawahan yang diatur dan digaji oleh utusan Injil. Ini tidak pernah berhasil karena bersifat prasangka yang menutup kemungkinan pekerja itu dapat didewasakan.

Selain itu, tim dapat lebih memanfaatkan karunia dan memampuan pekerjanya. Ini lebih mudah dalam tim yang besar dengan aneka ragam pelayanan.

Tim kecil biasanya tidak demikian. Memang belum tentu bahwa karunia, visi, dan pendidikan tim selalu cocok untuk pelayanan yang ada. Misalnya, sesorang utusan berkarunia berkhotbah di KKR tetapi pelayanan yang paling diperlukan adalah perintisan jemaat baru. Setiap pekerja cenderung mengutamakan pelayanan dimana ia berminat atau berkarunia, walaupun tidak selalu sesuai dengan strategi pelayanan yang sudah disepakati.

Dari segi lain, kepuasan dan keberhasilan pekerja sangat penting. Pekerja menjadi mudah putus asa kalau tidak ada kepuasan kerja, dan mudah kecewa dan undur dari pelayanan bila terlalu sering diserahi tugas di luar karunia, visi, dan keahliannya. Maka secara prinsip, sebaiknya pekerja mendapat tugas yang sesuai dengan minatnya dan karunianya supaya dapat berhasil dan berkembang. Sikapnya kepada teman sekerja akan lebih sehat dan ia lebih mudah bertahan dalam pelayanannya.

Isteri Pekerja

Isteri pekerja yang melayani lintas budaya menjadi kasus khusus. Kalau suami sanggup melayani tetapi isteri tidak puas, maka kehidupan suami-istri dan keluarga mudah terganggu. Sebagai akibat, isteri mungkin tidak bersedia melayani atau mendukung pelayanan suami. Mungkin suami kurang berhasil dalam pelayanan ataupun mengundurkan diri. Ada kasus dimana istri mulai mengatur suami. Dalam kasus lain, isteri merusakkan pelayanan dengan bisik-bisikan atau fitnahan. Salah satu akibat paling buruk adalah kemungkinan kesehatan jiwa isteri terganggu, sehingga suami ingin membenarkan diri dengan alasan bahwa seluruh kesalahan ada pada fihak istri. Bila kasusnya parah, satu-satunya jalan adalah keluarga yang bersangkutan mengundurkan diri dari pelayanan dan mendapat penyuluhan dari pihak lain.

Bila melayani dalam kebudayaan sendiri, gereja tertentu mengambil keputusan untuk tidak berurusan dengan isteri; suami diberi pekerjaan dan isteri tidak dihitung. Opsi ini mungkin menyelesaikan masalah, tetapi belum tentu isteri turut melayani atau mendukung suaminya. Dalam keadaan lintas budaya, tanggapan tim harus peka. Kalau hanya menyuruh istri tunduk kepada suami, istri tidak tertolong dan penderitaannya mengakibatkan sesuatu yang lebih buruk lagi.

Masalah ini dapat dihindari sebelum tim masuk pelayanan. Seandainya isteri juga dilatih dan dididik sebelumnya dan harus lulus prosedur penyaringan, pasangan suami-isteri yang tidak cocok tidak ditempatkan dalam pelayanan.

Bila sampai di tempat pelayanan beban si isteri belum tentu lebih ringan daripada suaminnya. Isteri harus menyesuaikan diri dalam kebudayaan lain sampai dapat menjalankan rumah tangga, dan harus mewujudkan sikap-sikap rohani. Ia diharapkan turut terbeban untuk pelayanan dan tabah menghadapi keadaan yang sangat berat, misalnya, kalau gereja mengira bahwa istri adalah orang yang "serba bisa". Memang beberapa macam pelayanan sering lebih cocok untuk isteri daripada suaminya, di antaranya Sekolah Minggu, persekutuan ibu-ibu, dan penyuluhan perempuan. Maka alangkah baiknya jika isteri juga diberi bekal sebelumnya dan disaringkan pula supaya dapat berhasil dalam pelayanan.

Kalau isteri mengalami masalah di ladang pelayanan, kecepatan tanggapan juga penting. Masalah jarang diselesaikan dengan menunggu sampai yang bersangkutan menyadarinya sendiri. Masalah sering lebih mudah diselesaikan bila masih kecil dan belum menjadi parah. Dalam beberapa situasi, keluarga itu sebaiknya dipindahkan ke tempat lain. Walaupun tidak semua pergumulan istri dapat diramalkan sebelumnya, di bawah ini terdapat daftar beberapa kemungkinan:

  1. Apakah sikap suami di rumah yang salah? Apakah si suami kurang memperhatikan isterinya, atau malas mengkhususkan waktu untuk kegiatan keluarga? Apakah si suami menumpuk-numpukkan tugas pada isteri?
  2. Apakah isteri mengalami suatu pergumulan rohani yang dapat tertolong dengan penggembalaan atau penyuluhan di tempat pelayanan?
  3. Apakah si isteri diberikan begitu banyak tugas pelayanan sehingga tugasnya di rumah tidak dapat dikerjakan dengan baik?
  4. Apakah masalah dapat diselesaikan bila istri tunduk kepada suami? Ataukah penderitaan batin tidak memungkinakan sehingga perlu bantuan lain?
  5. Apakah isteri tidak mendapat kepuasan kerja? Suami biasanya merasa puas dalam tugasnya, tetapi isteri dapat mengalami frustrasi dan ketidak-puasan jika urusan keluarga belum memungkinkannya mengembangkan suatu pelayanan. Apakah mungkin program dapat diatur supaya isteri dapat melayani pula?
  6. Kemungkinan besar suami sering bersekutu dengan orang lain dan mendapat pemupukan rohani. Isteri belum tentu mendapat semuanya itu. Belum tentu isteri dapat akrab bersekutu dengan teman, dan belum tentu kebaktian biasa dan renungan pribadi memberi makanan rohani yang secukupnya. Maka tim harus menciptakan jalur supaya kebtuhan-kebutuhan ini dapat dicukupi.

Peningkatan Kemampuan Pekerja

Ada paling tidak dua cara untuk meningkatkan kemampuan pekerja supaya tidak begitu terbatas. Yang pertama adalah melalui pendidikan dan latihan. Anggota tim dapat dipindahkan sewaktu-waktu; banyak tim memindahakan tenaganya setiap tiga atau empat tahun, tetapi ada juga yang pindah setiap lima atau enam tahun. Dengan perpindahan, pekerja disegarkan dengan mendapat ladang pelayanan baru, dan pengalamannya menambah luas. Pendidikan dapat dijalankan secara formal, dengan belajar tidak sepenuh waktu, atau mengkhususkan satu tahun untuk masuk kampus dan belajar secara intensif. Yang penting bukan ijasah melainkan keahlian baru yang diperoleh.

Ketua tim yang baik berusaha supaya tim selalu meningkatkan kemampuan secara tidak formal. Di dalam penjabaran tugas setiap pekerja perkembangan pribadi harus ditinjau, misalnya dengan buku-buku bacaan, kursus tertulis, kursus pendek, program pendidikan jarak jauh, dan lain sebagainya. Ketua tim bertanggung jawab juga untuk mengadakan penataran sewaktu-waktu supaya tim sering terangsang untuk memikirkan dan mengerti segi-segi pelayanan yang baru.

Cara yang kedua untuk meningkatkan kemampuan pekerja adalah dengan membesarkan hati pekerja tim. Perkembangan tenaga kerja di tempat kerjanya disebut "Human Resources Development" dan merupakan suatu bidang studi tersendiri.

Ketua atau wakil ketua harus menjadi gembala tim. Ia harus mengunjungi setiap pekerja sewaktu-waktu untuk mengetahui keadaannya dan pergumulannya, dan memberi bimbingan dan penyuluhan seperlunya. Anggota tim dapat saling menggembalakan. Bila berkumpul, tim perlu waktu untuk sharing secara pribadi, supaya persekutuan menjadi akrab dan tim dapat belajar satu dari yang lain.

Ketua tim dapat membina sikap-sikap positip dalam tim, karena sikap positip memaksimalkan kemampuan anggota tim. Penempatan dalam pelayanan harus memungkinkan pekerja berhasil dalam pelayanan, dan harus ada persekutuan dan makanan rohani secukupnya. Ketua dapat menggemblengkan tim dengan mengembangkan visinya dan tujuannya; seandainya tim terlibat sepenuhnya dalam proses mengambil keputusan maka ini lebih mudah.

Mengorbankan Pekerja demi Pelayanan

Ada masalah lain yang menyebabkan banyak penderitaan. Pimpinan menghadapi masalah, yaitu suatu pelayanan yang menghadapi bahaya gagal karena kekurangan tenaga yang cocok. Sebagai tanggapan, ia memaksa pekerja masuk pelayanan tersebut untuk meyelematkannya, walaupun tenaga tersebut tidak cocok dan tidak merasa terbeban untuk pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pemimpin mengorbankan pekerja demi suatu pelayanan. Pasti ada alasan: pelayanan perlu pengorbanan, Tuhan dapat menolong, dan pelayanan itu sangat penting sekali. Tetapi kenyataanya paling sedikit semangat pekerja menjadi padam dan pimpinan tim kehilangan wibawa di matanya. Apabila masalah tidak diselesaikan dengan baik, akibat bagi pekerja yang bersangkutan sangat buruk. Pekerja menjadi kecewa dan pelayanannya tidak berhasil, sehingga ia keluar dari pelayanan dan dianggap gagal. Karena ia gagal dalam pelayanan tersebut, pekerja itu tidak mudah diterima dalam lembaga misi lain. Kalau ia meceritakan kasusnya kepada orang lain atau kepada gereja pengutusnya, maka masalah tambah rumit. Tim rugi juga; mereka berharap menyelematkan suatu pelayanan tetapi kehilangan baik pekerja maupun pelayanan.

Memang benar bahwa pekerja harus bersedia mengalami pengorbanan, tetapi ajaran itu perlu diimbangi dengan ajaran Alkitab tentang tubuh Kristus. Anggota tubuh yang lain bertanggung jawab supaya setiap anggota diberikan pelayanan sesuai dengan karunianya, supaya semuanya dapat memperoleh manfaatnnya. Prinsip lain ialah bahwa kebutuhan setiap pekerja harus dicukupi. Jalur yang lebih baik adalah menyerahkan pelayanan kepada Tuhan karena Dialah yang empunya. Hamba Tuhan sewaktu-waktu keliru dalam hal ini, bila dia merasa bahwa pelayanan Tuhan tidak dapat berhasil tanpa jasanya, kepemimpinannya, dan kepintarannya. Biasanya jemaat mempunyai hubungan pribadi dengan Allah sehingga dapat bersandar kepadaNya secara langsung. Jarang ada pelayanan yang tidak dapat ditiadakan dalam keadaan mendesak.

Pertanyaan

  1. Menurut pendapat Saudara, apa artinya tenaga yang "baik"? Berijasah tinggi? Rohani? Berpengalaman? Dapat berhasil dalam pelayanan? Disukai badan misi? Jelaskanlah jawaban Saudara.
  2. Seandainya pelamar tim bersifat rohani tetapi pelayanannya agak terbatas, badan pengutus sebaiknya memberi tanggapan apa?
  3. Apabila rencana pelayanan bertentangan dengan karunia anggota tim, sehingga mungkin anggota tim itu akan gugur, mana yang harus dikorbankan?
  4. Siapkanlah "Rencana Pengelolahan Tenaga Tim Lima Tahun." Tim itu melayani dalam pembukaan jemaat baru di pulau Indonesia yang terpencil, dan terdiri dari sepuluh keluarga yang berasal dari Jawa. Selain pemakaian tenaga yang sudah ada, rencana harus menerangkan cara mendapat calon tenaga yang baru, melatih mereka, dan menempatkannya supaya berhasil.